Main Menu

Minggu, 07 Mei 2017

Tinjauan Tsunami dalam Ilmu Fisika


Gambar 1. Tsunami yang melanda Jepang, 11 Maret 2011 
(caminteresse.fr). 
Apa itu tsunami? Mungkin dari sebagian besar orang awam masih memandangnya sebagai gelombang air laut dalam skala besar yang melanda daratan disebabkan oleh gempa bumi besar yang berpusat di dasar laut. Memang, mayoritas gelombang tsunami disebabkan oleh gempa bumi dalam skala besar yang berpusat di dasar laut tetapi harus mempertimbangkan parameter seperti kedalaman/hiposentrum serta kekuatan/intensitas gempa. Kemugkinan besar terjadi tsunami apabila pusat gempa tergolong dangkal serta intensitas gempa besar. Selain terjadi oleh aktivitas tektonik bawah laut/gempa bumi bawah laut, tsunami dapat juga terjadi oleh beberapa hal berikut:
  1. Tsunami disebabkan oleh aktivitas vulkanik bawah laut;
  2. Tsunami disebabkan oleh jatuhnya meteor di laut;
  3. Tsunami disebabkan oleh longsor yang materialnya sampai ke laut;
  4. Dan lain sebagainya.

Bumi tempat di mana kita hidup terdiri dari beberapa lapisan/bagian, yaitu: inti bumi bagian dalam, inti bumi bagian luar, mantel bumi (astenosfer), serta kerak bumi. Lapisan astenosfer merupakan lapisan penopang kerak bumi di mana pada lapisan ini seluruh aktivitas pergerakan lempeng bumi dikendalikan. Lapisan astenosfer tersusun atas material berfasa cair yang bersuhu tinggi, sehingga pada lapisan ini terjadi arus konveksi. Apa itu konveksi? Saya rasa sebagian Readers sudah mengetahuinya, baiklah kita kembali ke masa SMP ketika kita belajar mapel Fisika atau IPA, karena sebagian dari Readers sewaktu SMP ada yang mapelnya Fisika dan ada yang sudah digabung dengan mapel Biologi sehingga mapelnya menjadi IPA. Tanpa panjang lebar dan tinggi (seperti bangun 3D saja) mari kita bahas, konveksi adalah perpindahan kalor disertai dengan perpindahan bagian-bagian zat yang dikenai energi kalor. Sebagai contoh, jika Readers memasak air di wadah tanpa tutup, maka ketika air mendidih akan muncul uap air. Apabila dibiarkan terus mendidih lambat laun air yang ada di dalam wadah akan habis karena ketika tepat mendidih, air akan mengalami perubahan fasa dari cair menjadi gas. Arus konveksi merupakan penyebab utama lempeng-lempeng di bumi mengalami pergerakan karena posisi lempeng bumi berada tepat di atas astenosfer. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan percobaan sederhana yaitu meletakkan benda yang terapung, sebagai contoh gabus di atas air yang akan direbus. Saat air direbus dan akan mendidih, maka gabus tersebut akan bergerak terombang-ambing. Dalam hal ini, gabus berperan sebagai lempeng bumi dan air yang akan mendidih berperan sebagai material berfasa cair yang bersuhu tinggi. Terdapat konversi energi pada peristiwa pergerakan lempeng, yaitu dari energi kalor menjadi energi gerak. Energi kalor dihasilkan oleh adanya arus konveksi pada lapisan astenosfer yang menyebabkan lempeng di atasnya dapat bergerak.

Gambar 2. Zona Subduksi 
(http://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/sumatraEQ/images/ioTDE_ocean.gif).

Mengacu pada aktivitas tektonik, tsunami disebabkan oleh gempa bumi pada zona subduksi. Zona subduksi merupakan lokasi pertemuan antara dua lempeng yang konvergen/saling mengumpul di mana salah satu lempeng mengalami penghujaman menuju astenosfer. Pertemuan antara dua lempeng dapat juga antara lempeng benua dengan lempeng samudera atau lempeng samudera dengan sesamanya. Dua lempeng yang salah satunya memiliki densitas/massa jenis yang lebih tinggi akan menghujam menuju astenosfer secara perlahan. Seperti halnya jika Readers meletakkan dua buah benda yang memiliki perbedaan massa jenis di air, maka benda yang memiliki massa jenis yang lebih kecil volume yang muncul ke permukaan akan lebih banyak jika dibandingkan dengan benda yang memiliki massa jenis yang lebih besar, sesuai dengan hukum Archimedes. Bagian awal sampai bagian pertemuan pada lempeng yang mengalami penghujaman menuju astenosfer ini akan meleleh. Terkadang, gerakan lempeng ini akan macet dan terhenti karena tertahan oleh lempeng lainnya serta batuan yang terdapat di antara dua lempeng sehingga seiring berjalannya waktu akan terjadi pengumpulan energi. Material lempeng yang meleleh akan menghasilkan energi kalor, semakin bertambahnya bagian lempeng yang meleleh, maka energi kalor yang dihasilkan juga akan semakin besar. Akumulasi energi kalor dengan pengumpulan energi yang diperoleh dari macetnya pergerakan lempeng mampu menghasilkan momentum yang besar sehingga mendorong lempeng untuk bergerak ke atas dalam waktu yang amat singkat dan menghasilkan getaran yang oleh orang awam disebut gempa bumi.

Gempa bumi yang terjadi di bawah laut akan menyebabkan kesetimbangan permukaan air laut terganggu. Permukaan air laut yang lebih rendah dengan segera akan diisi oleh air laut yang permukaannya lebih tinggi. Sewaktu pengisian, akan muncul gelombang air laut yang bergerak ke segala arah, analoginya ketika kita melemparkan batu ke permukaan air yang tenang maka akan muncul gelombang yang apabila dilihat dari atas berbentuk bulat mengembang dan merambat ke segala arah. Kita akan kaji arah rambat gelombang air laut yang menuju ke daratan. Ketika di episentrum, ketinggian gelombang terhadap permukaan air laut masih tergolong rendah yakni sekitar < 1 meter, namun panjang gelombangnya dapat mencapai 1 km dan bahkan lebih serta memiliki cepat rambat gelombang yang tinggi. Jadi ketika terjadi tsunami, orang-orang yang naik kapal dan masih berada ditengah laut tidak akan merasakan dampak tsunami dalam skala besar, dan bahkan tidak terasa. Ketika gelombang tsunami tiba di daratan, ketinggian gelombang air laut sudah meningkat bahkan bisa mencapai puluhan meter, kecepatan rambat gelombang air laut akan menurun, serta panjang gelombangnya akan memendek. Variabel ketinggian gelombang air laut yang semakin meninggi inilah yang membawa malapetaka bagi penduduk wilayah pantai dan sekitarnya.

Gambar 3. Semakin ke darat, semakin tinggi ketinggian gelombang air laut 
sedangkan panjang gelombangnya semakin pendek 
(geografi-geografi.blogspot.com).

Peristiwa tsunami tersebut sesuai dengan hukum yang ada di rumpun ilmu Fisika, yaitu hukum Kekekalan Energi Mekanik. Secara matematis, energi mekanik merupakan superposisi (penjumlahan) dari dua jenis energi, yaitu energi potensial (Ep) dan energi kinetik (Ek). Energi potensial merupakan energi yang terjadi pada suatu benda karena kedudukannya, sedangkan energi kinetik merupakan energi yang muncul dari suatu benda karena gerakannya. Pada hukum ini analisis perubahan benda ditinjau dari dua keadaan, yaitu keadaan awal dan keadaan akhir. Indikator energi potensial pada peristiwa tsunami ini adalah ketinggian gelombang air laut (h), sedangkan indikator energi kinetiknya adalah cepat rambat gelombang air laut (v). Keadaan awal pada peristiwa tsunami yaitu ketika gelombang air laut berada pada episentrum, ketinggian gelombang air laut (ho) masih tergolong rendah, sedangkan cepat rambatnya (o) sudah tergolong tinggi. Kita anggap bahwa massa air laut adalah konstan, maka energi kinetiknya lebih besar daripada energi potensialnya (Ek>Ep). Dalam perambatannya ke daratan, ketinggian gelombang air laut akan semakin meningkat, sedangkan cepat rambatnya akan semakin berkurang. Keadaan akhirnya merupakan keadaan ketika gelombang air laut telah mencapai daratan. Ketika mencapai daratan, ketinggian gelombang air laut (h1) telah meningkat, sedangkan cepat rambatnya (v1) telah berkurang. Hal ini menyebabkan keadaan berbalik, energi kinetiknya menjadi lebih rendah daripada energi potensialnya (Ek<Ep).
Persamaan kekekalan energi mekanik:
Ep0 + Ek0 = Ep1 + Ek1                                                         (I)
m g h0  +  ½ m v02 = m g h1  +  ½ m v12                             (II)
Karena massa air (m) dianggap tetap, sesuai sifat matematis maka variabel m dapat dihilangkan menjadi:
g h0  +  ½  v02 =  g h1  +  ½  v12                                         (III)
Dengan g adalah percepatan gravitasi bumi yang nilainya 9,8 m/s2 atau 10 m/s2.
Persamaan (III) di atas dapat digunakan untuk menghitung perkiraan ketinggian air laut ketika mencapai daratan atau saat berada pada episentrum, serta cepat rambat gelombang air lautnya saat mencapai daratan. Khusus untuk menentukan cepat rambat gelombang air laut ketika masih di episentrum (vo), dapat digunakan persamaan gelombang air dangkal (shallow water) berikut:

                                               (IV)

Dengan d adalah kedalaman air laut, satuannya meter. 

Perhitungan di atas dipakai untuk keadaan yang ideal saja tanpa menganggap adanya faktor energi yang hilang/lost energy (ΔE). Lost energy dalam peristiwa ini dapat berupa gesekan mikroskopis, yaitu gesekan antar partikel air laut, gesekan antara air laut dengan kontur paparan benua yang tidak teratur, dan sebagainya.
Persamaan kekekalan energi mekanik dengan mempertimbangkan lost energy:
Ep0 + Ek0 = Ep1 + Ek1 + ΔE                                               (V)

Persamaan (V) di atas dapat digunakan namun cukup sulit untuk menentukan nilai lost energy (ΔE) secara pasti dikarenakan banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti yang telah disebutkan di atas.