Gambar 1. Tsunami yang melanda Jepang, 11 Maret 2011
(caminteresse.fr).
|
Apa itu
tsunami? Mungkin dari sebagian besar orang awam masih memandangnya sebagai
gelombang air laut dalam skala besar yang melanda daratan disebabkan oleh gempa
bumi besar yang berpusat di dasar laut. Memang, mayoritas gelombang tsunami
disebabkan oleh gempa bumi dalam skala besar yang berpusat di dasar laut tetapi
harus mempertimbangkan parameter seperti kedalaman/hiposentrum serta
kekuatan/intensitas gempa. Kemugkinan besar terjadi tsunami apabila pusat gempa
tergolong dangkal serta intensitas gempa besar. Selain terjadi oleh aktivitas
tektonik bawah laut/gempa bumi bawah laut, tsunami dapat juga terjadi oleh
beberapa hal berikut:
- Tsunami disebabkan oleh aktivitas vulkanik bawah laut;
- Tsunami disebabkan oleh jatuhnya meteor di laut;
- Tsunami disebabkan oleh longsor yang materialnya sampai ke laut;
- Dan lain sebagainya.
Bumi tempat di
mana kita hidup terdiri dari beberapa lapisan/bagian, yaitu: inti bumi bagian
dalam, inti bumi bagian luar, mantel bumi (astenosfer), serta kerak bumi. Lapisan
astenosfer merupakan lapisan penopang kerak bumi di mana pada lapisan ini
seluruh aktivitas pergerakan lempeng bumi dikendalikan. Lapisan astenosfer
tersusun atas material berfasa cair yang bersuhu tinggi, sehingga pada lapisan
ini terjadi arus konveksi. Apa itu konveksi? Saya rasa sebagian Readers sudah
mengetahuinya, baiklah kita kembali ke masa SMP ketika kita belajar mapel Fisika
atau IPA, karena sebagian dari Readers sewaktu SMP ada yang mapelnya Fisika dan
ada yang sudah digabung dengan mapel Biologi sehingga mapelnya menjadi IPA. Tanpa
panjang lebar dan tinggi (seperti bangun 3D saja) mari kita bahas, konveksi
adalah perpindahan kalor disertai dengan perpindahan bagian-bagian zat yang
dikenai energi kalor. Sebagai contoh, jika Readers memasak air di wadah tanpa
tutup, maka ketika air mendidih akan muncul uap air. Apabila dibiarkan terus
mendidih lambat laun air yang ada di dalam wadah akan habis karena ketika tepat
mendidih, air akan mengalami perubahan fasa dari cair menjadi gas. Arus
konveksi merupakan penyebab utama lempeng-lempeng di bumi mengalami pergerakan
karena posisi lempeng bumi berada tepat di atas astenosfer. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melakukan percobaan sederhana yaitu meletakkan benda yang
terapung, sebagai contoh gabus di atas air yang akan direbus. Saat air direbus
dan akan mendidih, maka gabus tersebut akan bergerak terombang-ambing. Dalam hal
ini, gabus berperan sebagai lempeng bumi dan air yang akan mendidih berperan
sebagai material berfasa cair yang bersuhu tinggi. Terdapat konversi energi
pada peristiwa pergerakan lempeng, yaitu dari energi kalor menjadi energi
gerak. Energi kalor dihasilkan oleh adanya arus konveksi pada lapisan
astenosfer yang menyebabkan lempeng di atasnya dapat bergerak.
Gambar 2. Zona Subduksi
(http://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/sumatraEQ/images/ioTDE_ocean.gif).
|
Mengacu pada
aktivitas tektonik, tsunami disebabkan oleh gempa bumi pada zona subduksi. Zona
subduksi merupakan lokasi pertemuan antara dua lempeng yang konvergen/saling mengumpul
di mana salah satu lempeng mengalami penghujaman menuju astenosfer. Pertemuan
antara dua lempeng dapat juga antara lempeng benua dengan lempeng samudera atau
lempeng samudera dengan sesamanya. Dua lempeng yang salah satunya memiliki
densitas/massa jenis yang lebih tinggi akan menghujam menuju astenosfer secara
perlahan. Seperti halnya jika Readers meletakkan dua buah benda yang memiliki
perbedaan massa jenis di air, maka benda yang memiliki massa jenis yang lebih
kecil volume yang muncul ke permukaan akan lebih banyak jika dibandingkan
dengan benda yang memiliki massa jenis yang lebih besar, sesuai dengan hukum
Archimedes. Bagian awal sampai bagian pertemuan pada lempeng yang mengalami
penghujaman menuju astenosfer ini akan meleleh. Terkadang, gerakan lempeng ini
akan macet dan terhenti karena tertahan oleh lempeng lainnya serta batuan yang
terdapat di antara dua lempeng sehingga seiring berjalannya waktu akan terjadi
pengumpulan energi. Material lempeng yang meleleh akan menghasilkan energi
kalor, semakin bertambahnya bagian lempeng yang meleleh, maka energi kalor yang
dihasilkan juga akan semakin besar. Akumulasi energi kalor dengan pengumpulan
energi yang diperoleh dari macetnya pergerakan lempeng mampu menghasilkan
momentum yang besar sehingga mendorong lempeng untuk bergerak ke atas dalam
waktu yang amat singkat dan menghasilkan getaran yang oleh orang awam disebut gempa
bumi.
Gempa bumi
yang terjadi di bawah laut akan menyebabkan kesetimbangan permukaan air laut
terganggu. Permukaan air laut yang lebih rendah dengan segera akan diisi oleh air
laut yang permukaannya lebih tinggi. Sewaktu pengisian, akan muncul gelombang
air laut yang bergerak ke segala arah, analoginya ketika kita melemparkan batu
ke permukaan air yang tenang maka akan muncul gelombang yang apabila dilihat dari
atas berbentuk bulat mengembang dan merambat ke segala arah. Kita akan kaji
arah rambat gelombang air laut yang menuju ke daratan. Ketika di episentrum,
ketinggian gelombang terhadap permukaan air laut masih tergolong rendah yakni
sekitar < 1 meter, namun panjang gelombangnya dapat mencapai 1 km dan bahkan
lebih serta memiliki cepat rambat gelombang yang tinggi. Jadi ketika terjadi
tsunami, orang-orang yang naik kapal dan masih berada ditengah laut tidak akan
merasakan dampak tsunami dalam skala besar, dan bahkan tidak terasa. Ketika gelombang
tsunami tiba di daratan, ketinggian gelombang air laut sudah meningkat bahkan
bisa mencapai puluhan meter, kecepatan rambat gelombang air laut akan menurun,
serta panjang gelombangnya akan memendek. Variabel ketinggian gelombang air
laut yang semakin meninggi inilah yang membawa malapetaka bagi penduduk wilayah
pantai dan sekitarnya.
Gambar 3. Semakin ke darat, semakin tinggi ketinggian gelombang air laut
sedangkan panjang gelombangnya semakin pendek
(geografi-geografi.blogspot.com).
|
Peristiwa
tsunami tersebut sesuai dengan hukum yang ada di rumpun ilmu Fisika, yaitu
hukum Kekekalan Energi Mekanik. Secara matematis, energi mekanik merupakan superposisi
(penjumlahan) dari dua jenis energi, yaitu energi potensial (Ep) dan energi
kinetik (Ek). Energi potensial merupakan energi yang terjadi pada suatu benda
karena kedudukannya, sedangkan energi kinetik merupakan energi yang muncul dari
suatu benda karena gerakannya. Pada hukum ini analisis perubahan benda ditinjau
dari dua keadaan, yaitu keadaan awal dan keadaan akhir. Indikator energi
potensial pada peristiwa tsunami ini adalah ketinggian gelombang air laut (h), sedangkan indikator energi
kinetiknya adalah cepat rambat gelombang air laut (v). Keadaan awal pada peristiwa tsunami yaitu ketika gelombang air
laut berada pada episentrum, ketinggian gelombang air laut (ho) masih tergolong rendah,
sedangkan cepat rambatnya (vo)
sudah tergolong tinggi. Kita anggap bahwa massa air laut adalah konstan, maka
energi kinetiknya lebih besar daripada energi potensialnya (Ek>Ep). Dalam
perambatannya ke daratan, ketinggian gelombang air laut akan semakin meningkat,
sedangkan cepat rambatnya akan semakin berkurang. Keadaan akhirnya merupakan
keadaan ketika gelombang air laut telah mencapai daratan. Ketika mencapai
daratan, ketinggian gelombang air laut (h1)
telah meningkat, sedangkan cepat rambatnya (v1)
telah berkurang. Hal ini menyebabkan keadaan berbalik, energi kinetiknya
menjadi lebih rendah daripada energi potensialnya (Ek<Ep).
Persamaan
kekekalan energi mekanik:
Ep0 + Ek0 = Ep1
+ Ek1 (I)
m g h0 + ½ m v02 = m g h1
+
½ m v12 (II)
Karena massa
air (m) dianggap tetap, sesuai sifat
matematis maka variabel m dapat
dihilangkan menjadi:
g h0 + ½ v02
= g h1 + ½ v12 (III)
Dengan g adalah percepatan gravitasi bumi yang
nilainya 9,8 m/s2 atau 10 m/s2.
Persamaan (III) di atas dapat digunakan untuk menghitung perkiraan ketinggian air laut ketika mencapai daratan atau saat berada pada episentrum, serta cepat rambat gelombang air lautnya saat mencapai daratan. Khusus untuk menentukan cepat rambat gelombang air laut ketika masih di episentrum (vo), dapat digunakan persamaan gelombang air dangkal (shallow water) berikut:
Dengan d adalah kedalaman air laut, satuannya meter.
Perhitungan di
atas dipakai untuk keadaan yang ideal saja tanpa menganggap adanya faktor energi
yang hilang/lost energy (ΔE). Lost
energy dalam peristiwa ini dapat berupa gesekan mikroskopis, yaitu gesekan antar
partikel air laut, gesekan antara air laut dengan kontur paparan benua yang
tidak teratur, dan sebagainya.
Persamaan
kekekalan energi mekanik dengan mempertimbangkan lost energy:
Ep0 + Ek0 = Ep1
+ Ek1 + ΔE (V)